Contoh Proposal Kualitatif Dalam Pekerjaan Sosial
Social Worker |
AKSESIBILITAS LANJUT USIA TERLANTAR
TERHADAP PELAYANAN SOSIAL
DI DESA MEKARSALUYU KECAMATAN CIMENYAN KABUPATEN
BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT
A. LATAR BELAKANG
Lanjut usia merupakan seseorang yang
telah mencapai usia 55 tahun lebih dan dilihat secara fungsional, mereka
cenderung mengalami penurunan baik dari segi fisik maupun mental. Berbagai
permasalahan lanjut usia sangat beragam, salah satunya adalah keterlantaran.
Menurunnya kemampuan secara fisik dan mental serta tidak terpenuhinya
kebutuhan, yang kondisinya diperparah dengan tidak mempunyai sanak saudara
mengakibatkan mengalami berbagai permasalahan lainnya seperti keadaan fisik
yang lemah (sering sakit-sakitan) dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari sehingga harus bergantung pada orang lain, yang pada akhirnya
mengalami kerentanan secara ekonomi.
Secara konseptual, lanjut usia terlantar
adalah pria atau wanita yang telah berusia 60 tahun ke atas, tidak mempunyai
bekal hidup, pekerjaan, penghasilan bahkan tidak mempunyai sanak keluarga yang
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak (Undang-Undang No. 13 Tahun
1998).
Pada umumnya, setiap orang memiliki
kebutuhan di tiap-tiap fase kehidupannya, termasuk juga dalam rentang kehidupan
lanjut usia. Masalah lanjut usia terlantar biasanya disebabkan kerena
ketidakberdayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan pada rentang
kehidupan lanjut usia seperti kebutuhan primer (kebutuhan biologis, kebutuhan
ekonomi, kebutuhan kesehatan, kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial) dan
kebutuhan sekunder (kebutuhan dalam melakukan aktifitas, kebutuhan yang
bersifat keagamaan, kebutuhan dalam pengisian waktu luang, kebutuhan yang
bersifat kebudayaan dan kebutuhan yang bersifat politis). Dengan terpenuhinya
kebutuhan baik lahir maupun batin serta kebutuhan sosial adalah dambaan setiap
orang termasuk lanjut usia terlantar karena mereka ingin hidup secara layak.
Dengan berbagai hambatan dalam pemenuhan
kebutuhan bagi lansia, maka diperlukan suatu pelayanan sosial bagi lanjut usia,
khususnya lanjut usia terlantar. Pelayanan sosial bagi lanjut usia dibedakan
menjadi dua bentuk yakni pelayanan sosial di dalam panti (pemenuhan kebutuhan
hidup, pemeliharaan kesehatan, pelaksanaan kegiatan dalam pengisian waktu
luang) dan pelayanan sosial di luar panti (memberikan pembinaan dan bimbingan
sosial bagi lanjut usia, keluarga maupun masyarakat, memberikan bantuan usaha
ekonomi produktif bagi lanjut usia yang secara fisik masih mampu melaksanakan).
Dengan adanya pelayanan sosial bagi lanjut usia diharapkan permasalahan yang
dihadapi dapat ditangani. Akan tetapi di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung, pelayanan sosial bagi lanjut usia belum dapat dijangkau oleh
lanjut usia karena kondisi birokrasi yang belum dipahami.
Menurut
Biro Pusat Statistik Jawa Barat pada tahun 2008 bahwa angka harapan hidup bagi
perempuan berada pada tingkatan 74,45 tahun, sedangkan laki-laki berada pada
tingkatan 72,15 tahun. Hal inilah yang
mengakibatkan besarnya jumlah penduduk lanjut usia di Jawa Barat dengan jumlah +
11,2 juta jiwa. Sementara menurut Dinas Sosial Kabupaten Bandung terdapat sejumlah + 1,3
juta jiwa lanjut usia, diantaranya terdapat sebanyak 23.345 jiwa lanjut usia
mengalami keterlantaran. Di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung jumlah lanjut usia yaitu 77
jiwa, sedangkan lanjut usia terlantar berjumlah 16 jiwa.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Republik Indonesia Nomor 468/Kpts/1998 menyatakan bahwa aksesibilitas adalah
kemudahan yang disediakan bagi lanjut usia guna mewujudkan kesamaan kesempatan
dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Aksesibilitas lanjut usia
terhadap pelayanan sosial seperti pelayanan bidang kesehatan dilaksanakan
melalui strategi Puskesmas Santun Lanjut Usia, Pembinaan terhadap Kelompok
Lanjut Usia seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) lanjut usia dan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) dan bidang sosial yang dilaksanakan melalui
pemberian pelayanan dalam panti dan luar panti.
Sedangkan menurut Alfred J. Khan (1973)
akses pelayanan adalah : kebutuhan akan pelayanan sosial difokuskan pada fungsi
akses terhadap empat (4) sumber, yaitu : (1) Kompleksitas birokrasi moderen;
(2) Keanekaragaman pengetahuan dan pemahaman warga masyarakat mengenai
hak-haknya ataupun dalam menilai sumber tertentu, manfaat-manfaatnya dan pengakuannya;
(3) Diskriminasi; (4) Jarak geografis antara masyarakat dengan tempat
pelayanan.
Terkait
dengan aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan,
peneliti melihat bahwa terdapat kesulitan lanjut usia dalam mengakses pelayanan
sosial diantaranya akses terhadap pelayanan kesehatan dan POSBINDU (Pos
Pembinaan Terpadu). Berbagai kesulitan tersebut diantaranya karena proses
birokrasi yang harus dilalui terlalu rumit. Sementara kondisi lanjut usia yang
tidak memungkinkan mereka untuk melalui jalur birokrasi tersebut seperti
lemahnya kondisi fisik dan pengetahuan. Selain itu keanekaragaman pengetahuan
dan pemahaman lanjut usia mengenai hak-haknya membuat sebagian dari mereka
engan bahkan tidak memiliki kemampuan untuk mengakses berbagai pelayanan
tersebut.
Dari
berbagai permasalahan diatas, membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial di
Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
B.
PERMASALAHAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka peneliti menetapkan penelitian dengan fokus” Bagaimana Aksesibilitas
Lanjut Usia Terlantar Terhadap Pelayanan Sosial Di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat ?. Untuk
memudahkan dalam pelaksanaan penelitian ini maka dapat diuraikan kedalam sub
problematik sebagai berikut:
1. Bagaimana batasan birokrasi dalam
memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia terlantar?
2. Bagaimana pengetahuan dan
pemahaman lanjut usia terlantar mengenai pelayanan sosial?
3. Apakah lanjut usia mengalami
diskriminasi dalam penerimaan pelayanan sosial?
4. Bagaimana jarak geografis antara
lanjut usia terlantar dengan pelayanan sosial?
5. Bagaimana harapan lanjut usia
terlantar terhadap pelayanan sosial?
- TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian secara umum yang
dimaksud dalam proposal penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang aksesibilitas lanjut
usia terhadap pelayanan sosial di Desa Mekarsaluyu
Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, adalah :
1. Memperoleh gambaran tentang
birokrasi dibatasi dalam memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia
terlantar.
2. Memperoleh gambaran tentang
pengetahuan dan pemahaman lanjut usia terlantar mengenai pelayanan sosial.
3. Memperoleh gambaran tentang
lanjut usia mengalami diskriminasi dalam penerimaan pelayanan sosial.
4. Memperoleh gambaran tentang jarak
geografis antara lanjut usia terlantar dengan pelayanan sosial.
5. Memperoleh gambaran tentang
harapan lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial.
D.
MANFAAT PENELITIAN
Terdapat dua kategori manfaat yang didapat dalam
penelitian tentang aksesibilitas lanjut usia terhadap pelayanan sosial di Desa
Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, yaitu :
1.
Manfaat
Teoritis
Menambah
wacana ilmu dan menghasilkan konsep-konsep baru dalam pekerjaan sosial yang
terkait dengan aksesibilitas lanjut usia terlantar khususnya terkait dengan
pelayanan sosial.
2.
Manfaat
Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pendekatan
pekerjaan sosial yang dapat diimplementasikan dalam praktik pekerjaan sosial
dengan lanjut usia. Disamping itu dapat memberi masukan bagi perumusan
kebijakan pelayanan lanjut usia bagi Pemerintah Kabupaten Bandung.
- TINJAUAN PUSTAKA
1.
TINJAUAN TENTANG AKSESIBILITAS
a.
Pengertian Aksesibilitas
Aksesibilitas atau accessibility
yang berarti dapat masuk atau mudah dicapai. Menurut kamus Bahasa Indonesia
aksesibilitas bermakna sebagai “hal dapat dijadikan atau hal dapat dikaitkan”.
Sedangkan menurut Alfred J. Khan (1973) akses pelayanan adalah :
The
need for social services focused on the acces function has for sources : (1)
Modern bureaucratic complexity: (2) Variations among citizens in knowledge and
understanding of right or in appreciation of the values of certain resources,
benefits, entitlements: (3) Discrimination: and (4) Geographic distance between
people and services. (kebutuhan akan pelayanan sosial difokuskan pada fungsi
akses terhadap empat (4) sumber, yaitu : (1) Kompleksitas birokrasi moderen;
(2) Keanekaragaman pengetahuan dan pemahaman warga masyarakat mengenai
hak-haknya ataupun dalam menilai sumber tertentu, manfaat-manfaatnya dan
penngakuannya; (3) Diskriminasi; (4) Jarak geografis antara masyarakat dengan
tempat pelayanan).
Selanjutnya menurut
Alfred J. Khan (1973:31) berpendapat mengenai aksesibilitas bahwa :
Acces services may include
information, advice, reveral, complaints, case advocacy, class advocacy, and
legal services, all on both individual and group bases. (yang termasuk akses
pelayanan antara lain : informasi, nasehat, rujukan, keluhan kasus, pembelaan,
tingkatan pembelaan dan pelayanan-pelayanan resmi).
Dalam Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 468/Kpts/1998, pengertian
aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi lanjut usia guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Sedangkan
menurut Hugo F. Reading (1986:2) dalam kamus ilmu-ilmu sosial, aksesibilitas
adalah kemudahan dengan mana para anggota sebuah kategori sosial dapat saling
berhubungan. Allen Picus dan Minahan (1997:7) mengemukakan bahwa :
People after encauter
difficulties in obtaining help from societal resource sistem at the local
community level. (1) Needed resources my not exist, or my not exist in
sufficient quantity, to provide adequate services for all who need them; (2) A
need resource service may exist but not be geographically, psychologically, or
culturally available to those who need it; (3) Aneed resource may exist but
people may not know about it how to use it, aspecially if obtaining help
requires dealing with complicated bureaucracies; (4) Even if people are using
one or more societal resource system, the very operation of these system can
created new problems or aggravate exiting ones.
Penjelasan Allen
Pincus dan Minahan tersebut mengambarkan bahwa penerima pelayanan seringkali
mengalami hambatan-hambatan. Hambatan itu seperti :
1) Keterbatasan sumber, tidak
tersedianya sumber-sumber yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2) Kondisi georafis, lokasi dari
lembaga pelayanan sosial yang sulit dijangkau oleh masyarakat yang memerlukan.
3) Psikologis, hambatan yang terjadi
dari dalam diri individu untuk dapat menjangkau sistem sumber yang diperlukan
dikarenakan adanya perasaan malu, minder serta adanya rasa takut.
4) Kultural yang tidak mendukung,
adanya budaya atau tradisi yang diwarisi dari pendahulu secara turun temurun
dan berlaku di suatu daerah tertentu bertentangan dengan keadaan yang
sebenarnya misalnya; menganggap enteng suatu penyakit padahal penyakit tersebut
berbahaya.
5) Pengetahuan penerima pelayanan
yang tidak memadai terhadap berbagai sumber pelayanan yang diperlukan.
6) Birokrasi yang berbelit-belit,
adanya administrasi yang harus dilalui yang diangap menyulitkan bagi sebagian
masyarakat untuk mengakses pelayanan yang diperlukan.
7) Serta terjadinya kebingungan oleh
karena adanya keberagaman sumber pelayanan yang bervariasi.
Dilihat
dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa aksesibilitas adalah suatu upaya
yang dilakukan oleh individu, kelompok ataupun masyarakat untuk menjangkau
pelayanan atau program dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
b. Aspek-aspek Aksesibilitas
Menurut Alfred J.
Khan (1973) ada beberapa aspek-aspek aksesibilitas yaitu :
1) Kompleksitas
birokrasi moderen.
2) Keanekaragaman
pengetahuan dan pemahaman warga masyarakat mengenai hak-haknya ataupun dalam
menilai sumber tertentu, manfaat-manfaatnya dan penngakuannya.
3) Diskriminasi.
4) Jarak
geografis antara masyarakat dengan tempat pelayanan.
c. Bentuk-bentuk Aksesibilitas
Dalam buku
Standardisasi Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia mengatakan
bahwa aksesibilitas lanjut usia dapat dikembangkan melalui berbagai bidang
kehidupan yaitu dalam pelayanan bidang kesehatan, sosial, informasi dan
komunikasi, bangunan umum dan lingkungan, pariwisata, transportasi, administrasi
kependudukan dan pelayanan bantuan hukum.
2.
TINJAUAN PELAYANAN SOSIAL
a.
Pengertian Pelayanan Sosial
Pelayanan
sosial merupakan suatu aktifitas yang terorganisir yang bertujuan untuk
menolong orang-orang agar terdapat suatu penyesuaian timbal balik antara
individu dan lingkungan sosialnya (Syarif Muhidin, 1997:41). Pelayanan sosial
membentuk dan menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk membantu individu
dalam memperbaiki kemampuannya, mempengaruhi dan mengubah tingkah laku serta
memecahkan masalah penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya.
Pelayanan
sosial tidak hanya membantu meningkatkan kehidupan keluarga dan
organisasi-organisasi sosial, tetapi juga sebagai jawaban terhadap tantangan
dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi karena kemajuan dibidang industri,
inovasi dan kehidupan moderen.
Sedangkan
menurut Alfred J. Khan yang dikutip oleh Soetarso (1997) mengemukakan bahwa :
“Pelayanan sosial dimaksudkan sebagai pelayanan yang difokuskan kepada bantuan
untuk perorangan dan keluarga-keluarga yang mengalami hambatan dalam
penyesuaian diri dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial”.
Sehubungan
dengan istilah pelayanan sosial tersebut dapat dibedakan dalam dua golongan,
yang salah satu diantaranya adalah pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya,
batas-batas kewenangannya. Pelayanan sosial ini berisikan program-program yang
ditujukan untuk melindungi atau memulihkan kehidupan keluarga, membantu
perorangan untuk mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan oleh faktor-faktor
dari luar maupun dari dalam dirinya, meningkatkan proses perkembangan, serta
mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan menggunakan
pelayanan-pelayanan yang tersedia.
b.
Tujuan Pelayanan Sosial
Tujuan
pelayanan sosial, terutama pelayanan bagi para lanjut usia menurut Tody Lalenoh
adalah sebagai berikut :
1) Penghasilan yang memadai bagi
lanjut usia sesuai dengan standar kehidupan yang layak.
2) Kesehatan fisik dan mental yang
sebanyak mungkin sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada tanpa
mempertimbangkan status ekonomi lanjut usia.
3) Perumahan atau rumah yang layak,
dipilih secara bebas oleh lanjut usia, direncanakan dan kemampuan keuangan
warga negara para lanjut usia.
4) Pelayanan-pelayanan penyembuhan
yang menyeluruh atau selengkap mungkin bagi lanjut usia yang memerlukan
perawatan kelembagaan di panti atau di rumah sakit.
5) Kesempatan kerja bagi usia lanjut
tanpa adanya diskrimisasi berdasarkan usia dalam bekerja.
Tujuan
diatas dapat dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan untuk
memungkinkan individu , kelompok dan masyarakat memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalah-masalah penyesuaian diri sebagai akibat dari pola-pola
perubahan masyarakat dan melalui tindakan-tindakan kooperatif untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi.
c.
Fungsi Pelayanan Sosial
Fungsi
pelayanan sosial yang dikemukakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, tentang
strategi perencanaan pembangunan yang dikutip oleh Soetarso (1997) sebagai
berikut :
1) Perbaikan secara terus menerus
kondisi-kondisi kehidupan orang.
2) Pengembangnan sumber-sumber
manusia.
3) Peningkatan orientasi orang
terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri.
4) Pemanfaatan dan penciptaan
sumber-sumber kemasyarakatan untuk tujuan-tujuan pembangunan.
5) Penyediaan struktur-struktur
kelembagaan bagi berfungsinya pelayanan-pelayanan yang terorganisasi lainnya.
d.
Tugas Pelayanan Sosial
Tugas-tugas
pelayanan sosial sebagimana yang dikemukakan oleh Syarif Muhidin dalam bukunya
Pengantar Kesejahteraan Sosial, sebagai berikut :
1) Memperkuat dan meningkatkan
fungsi individu dan keluarga sehubungan dengan perubahan-perubahan peranannya.
2) Menyiapkan lembaga-lembaga baru
untuk spesialisasi, pengembangan bantuan fungsi yang tidak dapat dipikul oleh
keluarga kecil atau keluarga besar.
3) Mengembangkan lembaga-lembaga
yang telah ada agar dapat mengembangkan kegiatan-kegiatan baru bagi individu,
kelompok dan keluarga dalam kehidupan masyarakat kompleks. (1997:40).
e.
Bentuk Pelayanan Sosial
Bentuk-bentuk
pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar, ada dua macam yaitu :
1) Pelayanan sosial bagi lanjut usia
yang ada di dalam panti, antara lain :
a) Pemenuhan kebutuhan hidup berupa
sandang, panngan dan papan.
b) Pemeliharaan kesehatan yang
dilaksanakan seminggu sekali.
c) Pelaksanaan kegiatan dalam rangka
pengisian waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat termasuk kegiatan
rekreasi.
d) Pembinaan lanjut.
2)
Pelayanan
sosial bagi lanjut usia terlantar yang ada di luar panti, adalah :
a) Memberikan pembinaan dan
bimbingan sosial baik bagi lanjut usia, keluarga maupun masyarakat.
b) Memberikan bantuan ekonomi
produktif pada lanjut usia yang secara fisik mampu melaksanakannya.
c) Mengarahkan kelompok binaan
lanjut usia dalam melakukan pekerjaannya tidak sendiri melainkan dengan
kerjasama yang teratur.
d) Pembinaan lanjut.
f.
Model Pelayanan Sosial
Model-model
pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar, menurut Edi Suharto dalam bukunya
pembangunan kebijakan sosial dan pekerjaan sosial, tahun1997 mengemukakan bahwa
: Model pelayanan bagi lanjut usia dibagi kedalam :
1) Model Institusional
Merupakan model pelayanan sosial
yang diberikan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial, di Indonesia dikenal
dengan nama panti jompo atau panti werdha. Pelayanan sosial biasanya meliputi
bimbingan fisik, mental, sosial, dan keterampilan.
2) Model Keluarga dan Masyarakat
Pelayanan sosial diberikan oleh
keluarga atau masyarakat setempat. Dengan demikian para lanjut usia tetap
berada di rumah atau dalam keluarga, para pekerja sosial memberikan pelayanan
yang menjangkau mereka. Jenis pelayanannya tidaklah berbeda dengan model
pertama, hanya mekanisme dan prosesnya yang berbeda.
3.
TINJAUAN LANJUT USIA
a. Pengertian Lanjut Usia
Lanjut
usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang. Tahap akhir
pada rentang kehidupan ini dibagi kedalam beberapa bagian yaitu lanjut usia
dini berkisar antara usia 55 tahun sampai usia 59 tahun dan usia lanjut mulai
dari 60 tahun sampai akhir hidup seseorang. Penggolongan usia lanjut
berdasarkan kriteria usia yang dijadikan patokan WHO, dikutip oleh Tody Lalenoh
(1996) adalah sebagai berikut :
1)
Usia
pertengahan (Midle Age) ialah kelompok usia 45 tahun sampai 59 tahun.
2)
Usia
lanjut (Elderly) antara 60 tahun sampai 74 tahun.
3)
Tua
(Old) antara usia 75 tahun sampai 90 tahun.
4)
Sangat
tua (Very old) diatas 90 tahun.
Dengan demikian WHO mengelompokkan usia
menjadi empat kelompok yang masing-masing mengacu pada kriteria atau umur
seseorang sebagai ciri pokok, seperti usia pertengahan dikelompokkan pada usia
45 tahun sampai 59 tahun, sedangkan usia lanjut dikelompokkan pada usia 60
tahun keatas. Dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia menyebutkan pengertian lanjut usia sebagai berikut :
a. Lanjut
usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas.
b. Lanjut
usia potensial adalah lanjut usia yang mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
c. Lanjut
usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehinga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas atau
serendah-rendahnya berusia 60 tahun.
Berdasarkan
pengertian diatas, bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
55 tahun ke atas dan atau dapat juga dipandang dari usia fungsional, yaitu
mereka yang kemampuan fisik maupun mentalnya sudah mengalami penurunan.
Departemen
Sosial RI memberikan pengertian, lanjut usia terlantar sebagai berikut : “
Orang dewasa yang tidak terurus atau terlantar, karena keluarganya tidak mampu
mengurus (miskin) atau tidak mempunyai anak, keluarga sehingga tidak berdaya
atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya”.
Selanjutnya
lebih jelas dikatakan, bahwa pengertian lanjut usia terlantar adalah :
Pria
atau wanita yang telah berusia 60 tahun ke atas, tidak mempunyai bekal hidup,
pekerjaan, penghasilan bahkan tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.
b.
Ciri-ciri Lanjut Usia
Ciri-ciri
lanjut usia, menurut Marry Buckly (1972) yang dikutip oleh MR Siahaan ada lima,
sebagai berikut :
1.
Usia
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila
orang tersebut berusia tua dan orang tersebut
harus mengerti dan menghayati sebagai orang tua.
2.
Kematian
Kematian merupakan fakta kehidupan bagi
semua orang sebagai ancaman yang tidak dapat dihindarkan dan ditanggapi secara
berbeda-beda oleh para lanjut usia.
Lanjut usia adalah seseorang yang secara
berangsur-angsur berada dalam dunia kehidupan yang semakin menurun dan
menghadapi kematian yang semakin hari semakin dekat.
3.
Intensifikasi
(Peningkatan)
Pada umumnya orang lanjut usia asyik
memikirkan atau merenungkan tentang kematian, agama, darinya sendiri dan
keadaan jasmaninya. Keadaan ini merupakan reaksi-reaksi pertahanan diri lanjut
usia terhadap penolakan kepada lanjut usia tersebut bersifat alamiah dan
diperlukan oleh lanjut usia.
4.
Penyakit
Penyakit pada umumnya orang lanjut usia
berada dalam keadaan sakit dan yang perlu dipahami adalah akibat-akibat
emosional dari penyakit terhadap semangat dan kekuatan lanjut usia.
5.
Keterasingan,
kesepian, tekanan jiwa dan ketergantungan.
c.
Permasalahan-permasalahan Lanjut Usia
Menurut
Hardiwinoto dan Tony Setiabudi (1999:40) permasalahan umum lanjut usia adalah :
Masih
besarnya lanjut usia yang berada dibawah garis kemiskinan, makin melemahnya
nilai kekerabatan, lahirnya kelompok masyarakat industri, rendahnya kualitas
dan kuantitas tenaga professional pelayanan lanjut usia, masih terbatasnya
sarana dan prasarana pelayanan serta fasilitas khusus bagi lanjut usia, belum
membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
Permasalahan
yang dihadapi oleh lanjut usia seperti yang dikemukakan oleh Elizabeth B.
Hurlock (1991) adalah :
1.
Keadaan
fisik yang lemah dan tidak berdaya sehingga harus tergantung pada orang lain.
2.
Status
ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai
alasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola kehidupannya.
3.
Menentukan
kondisi hidupnya yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi
fisiknya.
4.
Mencari
teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meningggal atau pergi
jauh atau cacat.
5.
Mengembangkan
kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah
6.
Belajar
memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa.
7.
Mulai
terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan yang secara khusus direncanakan untuk
orang dewasa.
Uraian
diatas menggambarkan bahwa orang lanjut usia selalu dihadapkan pada berbagai
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sebagai akibat dari kelemahan yang
mereka alami yang disebabkan oleh perubahan-perubahan secara fisik dan
psikologis selama proses penuaan.
d.
Kebutuhan-kebutuhan Lanjut Usia
Lanjut usia
sebagaimana manusia biasa juga memiliki kebutuhan yang sama. Secara umum
masalah lanjut usia terlantar disebabkan karena ketidakberdayaan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan
lanjut usia dapat dibagi menjadi empat (4) bagian yaitu :
1) Standar kehidupan dan tempat
tinggal yang layak.
2) Hubungan sosial dan kegiatan di
setiap waktu untuk mengatasi kesunyian.
3) Pemeliharaan kesehatan.
4) Pencegahan terhadap kerusakan
yang menimpa kehidupan orang lanjut usia.
Sedangakan
menurut Abraham H. Maslow, kebutuhan dasar manusia ada lima (5) macam yaitu :
1. kebutuhan fisik (udara, air,
makan).
2. kebutuhan rasa aman (jasmani agar
dapat bertahan dalam penghidupan serta terpusatkan kebutuhan dasarnya).
3. kebutuhan untuk menyayangi dan
disayanggi.
4. kebutuhan untuk pengharagaan dari
dirinya dan pihak lain.
5. kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri dari pertumbuhan (Sumarno Nugroho, 1987).
Mengenai
kebutuhan khas lanjut usia seperti sebagaimana telah ditegaskan dalam petunjuk
pelaksanaan kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut :
1) terpenuhinya kebutuhan jasmani
dengan baik seperti dalam bidang:
2) terpenuhinya kebutuhan rohani
dengan baik, seperti dalam bidang:
3) terpenuhinya kebutuhan sosial
dengan baik terutama hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya (DEPSOS,1984).
Kehidupan
yang layak dengan terpenuhinya kebutuhan baik lahir maupun batin serta
kebutuhan sosial adalah dambaan setiap orang termasuk juga para lanjut usia
terlantar yang ada di Kecamatan Cimenyan. Meskipun kenyataannya memang
keberadaan para lanjut usia tersebut menjadi beban bagi keluarga, masyarakat
dan pemerintah sebagai akibat dari adanya penurunan fungsi-fungsi tubuh dan
kelemahan lainnya yang mereka alami karena proses penuaan. Namun sebagai warga
negara Indonesia para lanjut usia juga berhak untuk memperoleh penghidupan yang
layak, perlindungan dan bahkan pelayanan yang mereka butuhkan demi kelangsungan
hidup mereka.
F. RELEVANSI PEKERJAAN SOSIAL DENGAN MASALAH
LANJUT
USIA
1.
Pengertian Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial merupakan
profesi yang memiliki tanggung jawab dalam memberikan pertolongan secara
profesional keterampilan dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai ilmiah kepada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan tujuan untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan hidup mereka. Dengan demikian lanjut usia yang senantiasa
memiliki permasalahan dalam kehidupannya memerlukan pertolongan pekerja sosial
agar dapat mencapai tujuan dalam kehidupannya, dalam hal ini adalah lanjut usia
yang termasuk adalah lanjut usia terlantar.
Pengertian tersebut
menunjukan bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang kegiatannya menolong
orang. Kegiatan pertolongan tersebut ditujukan kepada individu, kelompok,
maupun masyarakat agar mereka dapat meningkatkan kemampuannya dalam berfungsi
sosial. Dalam definisi tersebut mengandung tiga fungsi pokok yaitu :
1. Pekerjaan sosial dinyatakan sebagai kegiatan
profesional.
2. Sasaran kegiatannya adalah untuk membantu individu,
kelompok dan masyarakat.
3. Tujuan pekerjaan sosial adalah agar mampu :
a. Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfingsi
sosial.
b. Menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka
atau orang dapat mencapai tujuan hidupnya.
2.
Fungsi Pekerjaan Sosial
Menurut Pincus dan Minahan (1973) dalam
Dwi Heru Sukoco (1991), fungsi pekerjaan sosial adalah :
Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya
secara efektif untuk melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan dan memecahkan
masalah-masalah sosial yang mereka alami. 2) Mengkaitkan orang dengan sistem-sistem sumber. 3) Memberikan
fasilitas interaksi dengan sistem-sistem sumber. 4) Memberikan fasilitas interaksi didalam sistem-sistem
sumber. 5) Mempengaruhi
kebijakan sosial. 6) Memeratakan atau
menyalurkan sumber-sumber material. 7) Memberikan pelayanan sebagai pelayanan kontrol sosial.
3.
Peranan Pekerjaan Sosial
a.
Sebagai perancang program/perencana sosial (social
planer). Setelah mengetahui kondisi yang sebenarnya, maka pekerja
sosial dapat menentukan rancangan program alternatif untuk mengatasi hambatan
yang dihadapi oleh Lanjut Usia Terlantar di Kelurahan Pasirbiru Kecamatan
Cibiru Kota Bandung sehingga masyarakat mempunyai
kesiapan untuk menanggulangi lanjut usia terlantar.
b.
Sebagai fasilitator. Peran sebagai fasilitator ini
dilakukan pekerja sosial bersama pihak kelurahan untuk mencari jalan keluar
dari hambatan yang dihadapi dalam kegiatan aksesibilitas lanjut usia terlantar
terhadap pelayanan sosial.
c.
Sebagai pemercepat perubahan (enabler). Sebagai
enabler, seorang pekerja sosial membantu mengatasi hambatan yang dihadapi
lanjut usia terlantar sehingga diharapkan perubahan segera dapat dirasakan oleh
lanjut usia tersebut.
d.
Sebagai perantara (broker). Sebagai perantara,
pekerja sosial menjadi penghubung antara sistem kegiatan dengan sumber-sumber
yang dapat dimanfaatkan, yang dalam hal ini menghubungkan lanjut usia terlantar
dengan dinas-dinas instansi terkait yang dapat memberikan informasi mengenai
pelayanan sosial.
G. METODOLOGI
PENELITIAN
1.
Desain Penelitian
Dalam
pelaksanaan penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode kualitatif, metode
ini dipakai dengan dilandasi tujuan penelitian yaitu untuk memahami secara
mendalam tentang bagaimana aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial Di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung Propinsi
Jawa Barat.
Menurut Bogdan
dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2003), menyatakan bahwa metode kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.
Sedangkan menurut Sugiyono (2005) metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci. Tekhnik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan)
analisis data bersifat Induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.
Metode
kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, dalam hal ini adalah metode yang menjelaskan tentang aksesibilitas
lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung Propinsi
Jawa Barat.
2.
Deskripsi Latar dan Sumber Data
a) Deskripsi
Latar
Latar
penelitian yang akan penulis lakukan dalam hal ini adalah para Pekerja Sosial
Masyarakat dan penanganan masalah lanjut usia terlantar yang ada di Desa
Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Dalam penelitian ini yang menjadi latar
penelitian adalah latar terbuka dan latar tertutup dengan pertimbangan bahwa
sumber data berada di kedua latar tersebut. Dalam latar terbuka ini peneliti
nantinya hanya akan melakukan pengamatan atau observasi. Sedangkan latar
tertutup peneliti akan lebih berperan karena disini peneliti akan banyak
melakukan wawancara lebih mendalam dengan para lanjut usia terlantar, anak,
keluarga terdekat dan juga meminta pendapat lain dari tokoh-tokoh masyarakat,
maupun masyarakat pada umumnya.
b) Sumber
Data
Sumber data yang ingin dikumpulkan yaitu
1) Sumber
data primer dapat diperoleh dari lanjut usia terlantar, keluarga lanjut usia
terlantar dan tetangga.
2) Sumber
data Sekunder dapat diperoleh dari tokoh-tokoh masyarakat, perangkat kelurahan
serta dokumen-dokumen yang terkait dengan aksesibilitas lanjut usia terlantar
terhadap pelayanan sosial.
3.
Teknik Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan
oleh peneliti dalam penelitian ini adalah :
a) Teknik wawancara
Wawancara
merupakan serangkaian interaksi verbal dalam mengumpulkan data, yang dilakukan
dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang telah disusun secara sistematis
dalam pedoman wawancara. Pedoman ini berguna sebagai alat kontrol agar
pertanyaan yang diajukan sesuai dengan topik permasalahan.
b) Teknik Observasi
Observasi
dilakukan dengan cara melihat langsung kondisi informan dilokasi penelitian.
c) Teknik studi dokumentasi
Studi
dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari bahan-bahan tertulis yang dapat
pada instansi-instansi terkait/LSM, serta literatur lain yang berhubungan
dengan topik penelitian.
4.
Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data yang
diperoleh peneliti, maka teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan
antara lain:
a) Ketekunan Pengamatan
Ketekunan
pengamatan dimaksudkan untuk menemukan ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang
sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian
memusatkan diri pada hal tersebut secara lengkap. Lexy J Moleong (2000:199)
menyatakan bahwa ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-siri unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Penelitian secara
terfokus dan tekun memungkinkan terungkapnya jawaban fokus penelitian, dengan
kedalaman informasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
b) Triangulasi
Menurut
Moleong (2000:178) triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu yang
berada dalam metode kualitatif. Tekhnik ini berarti memanfaatkan
data/sumber lain di luar data tersebut
untuk keperluan pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Pembandingan ini dilakukan dengan cara membandingkan data dari beberapa teknik
pengumpulan data yang dilakukan dan atau membandingkan data dari beberapa
informan terutama antara informan utama dan informan pendukung.
Tahap
tahap dalam tekhnik triangulasi yang bisa dilakukan antara lain: membandingkan data hasil
observasi/pengamatan dengan hasil indepth interview yaitu :
1). Membandingkan
apa yang disampaikan informan di depan umum, dengan apa yang disampaikan secara
pribadi pada waktu wawancara
2). Membandingkan
hasil indepth interview dengan data sekunder yang bisa digunakan.
c)
Kecukupan referensial
Kecukupan referensi
menurut Eisner yang dikutip oleh Lincoln dan Guba dalam Lexy Moleong (2002:181)
digunakan sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis
untuk keperluan evaluasi. Bahan terekam/tercatat (recorded materials)
dapat digunakan sebagai patokan untuk menguji pada waktu diadakan analisis dan
penafsiran data
5.
Rancangan Analisis Data
Analisis data
pada hakekatnya adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode,
dan mengkategorikan data dengan tujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang
akhirnya diangkat menjadi teori substantsif (Lexy J Moleong, 2002:103). Urutan langkah dalam
analisis data adalah sebagai berikut:
a.
Pemprosesan
Peneliti
memproses satuan anailisis dari data berdasarkan apa yang ada dalam latar
penelitian, tafsiran terhadap satuan analisis berdasar pemahaman informan.
b.
Kategorisasi
Peneliti
berupaya mengelompokkan satuan-satuan analisis
ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki karakter yang sama. Pengkategorisasian
ini menggambarkan karakteristik khusus informan.
c.
Penafsiran data
Peneliti menafsirkan data yang telah diproses dan
dikategorisasikan tersebut. Penafsiran harus sesuai dengan apa yang ada di
latar penelitian, selanjutnya ditarik kesimpulan.
Sedangkan teknik yang digunakan dalam
analisis data adalah sebagai berikut :
1) Transkrip,
yaitu memindahkan data yang diperoleh dalam bentuk catatan-catatan dengan cek
dan recek sesuai hasil wawancara.
2) Analisis
individu, yaitu membandingkan transkrip individu dengan yang lainnya.
3) Thema,
yaitu mencari persamaan dan perbedaan transkrip individu dan digeneralisasikan
untuk mengembangkan pola interpretasinya.
4)
Kontrol, yaitu dilakukan dengan cara
menyesuaikan analisis data yang diproses dengan catatan atau hasil rekaman.
H. JADWAL PENELITIAN
1.
Jadwal
Penelitian
Penelitian direncanakan, dilakukan dalam waktu 4 (empat) bulan dengan lokasi di Desa Mekarsaluyu
Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.
2.
Langkah-langkah
Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang ditempuh dalam penelitian
ini akan disesuaikan dengan jadwal dan situasi lapangan. Adapun garis besar
dari penelitian ini sebagai berikut:
a)
Pemilihan
lokasi penelitian
b)
Penyusunan
dan pengajuan proposal
c)
Pengurusan
perijinan penelitian
d)
Penjajagan
dan penilaian lapangan
e)
Penyiapan
peralatan penelitian
f)
Penelitian,
pendekatan, dan pemanfaatan informan
g)
Proses
pengumpulan data lapangan
h)
Analisis
data dan hasil penelitian
i)
Bimbingan
dan penulisan laporan penelitian
j)
Pengesahan
hasil penelitian
I.
DAFTAR PUSTAKA
Alfred J. Khan. 1973. Social
Policy and Social Services. New York: Columbia University Sechool of Social
Work Rendom House
Departemen
Sosial RI. 2005. Standardisasi Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut
Usia. Jakarta
Dwi Heru Sukoco. 1995. Profesi Pekerjaan
Sosial dan Proses Pertolongannya. Bandung: Kopma-STKS.
Edi Suharto, (2005), Membangun
Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Refika Aditama, Bandung.
Elizabeth B. Hurlock, 1991, Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta,
Erlangga.
Lexi J. Moleong. Metodelogi
Penelitian Kualitatif Penerbit PT Remaja Rosdakarya - Bandung 2000
Nazir. 1988. Metode
Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.
Soerjono
Soekanto.1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada
Soetarso
1993. Kesejahteraan Sosial, Pelayanan Sosial dan Kebijakan Sosial. Bandung:
Kopma-STKS.
Sugiyono.
2005. Memahami penelitian kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Syarif
Muhidin. 1997. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Mitra Anda
Tody Lalenoh. 1993. Lanjut Usia dan
Usia Lanjut. Bandung. Kopma STKS
W.S.
Poerwodarminto. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Bosss....punya exsample proposal ttg pelayanan lingkungan lansia ????
BalasHapusandreyw964@gmail.com