Contoh Proposal Kualitatif Dalam Pekerjaan Sosial

Social Worker

AKSESIBILITAS LANJUT USIA TERLANTAR
TERHADAP PELAYANAN SOSIAL
DI DESA MEKARSALUYU KECAMATAN CIMENYAN KABUPATEN BANDUNG  PROPINSI JAWA BARAT

      A. LATAR BELAKANG
Lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 55 tahun lebih dan dilihat secara fungsional, mereka cenderung mengalami penurunan baik dari segi fisik maupun mental. Berbagai permasalahan lanjut usia sangat beragam, salah satunya adalah keterlantaran. Menurunnya kemampuan secara fisik dan mental serta tidak terpenuhinya kebutuhan, yang kondisinya diperparah dengan tidak mempunyai sanak saudara mengakibatkan mengalami berbagai permasalahan lainnya seperti keadaan fisik yang lemah (sering sakit-sakitan) dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga harus bergantung pada orang lain, yang pada akhirnya mengalami kerentanan secara ekonomi.
Secara konseptual, lanjut usia terlantar adalah pria atau wanita yang telah berusia 60 tahun ke atas, tidak mempunyai bekal hidup, pekerjaan, penghasilan bahkan tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak (Undang-Undang No. 13 Tahun 1998).
Pada umumnya, setiap orang memiliki kebutuhan di tiap-tiap fase kehidupannya, termasuk juga dalam rentang kehidupan lanjut usia. Masalah lanjut usia terlantar biasanya disebabkan kerena ketidakberdayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan pada rentang kehidupan lanjut usia seperti kebutuhan primer (kebutuhan biologis, kebutuhan ekonomi, kebutuhan kesehatan, kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial) dan kebutuhan sekunder (kebutuhan dalam melakukan aktifitas, kebutuhan yang bersifat keagamaan, kebutuhan dalam pengisian waktu luang, kebutuhan yang bersifat kebudayaan dan kebutuhan yang bersifat politis). Dengan terpenuhinya kebutuhan baik lahir maupun batin serta kebutuhan sosial adalah dambaan setiap orang termasuk lanjut usia terlantar karena mereka ingin hidup secara layak.
Dengan berbagai hambatan dalam pemenuhan kebutuhan bagi lansia, maka diperlukan suatu pelayanan sosial bagi lanjut usia, khususnya lanjut usia terlantar. Pelayanan sosial bagi lanjut usia dibedakan menjadi dua bentuk yakni pelayanan sosial di dalam panti (pemenuhan kebutuhan hidup, pemeliharaan kesehatan, pelaksanaan kegiatan dalam pengisian waktu luang) dan pelayanan sosial di luar panti (memberikan pembinaan dan bimbingan sosial bagi lanjut usia, keluarga maupun masyarakat, memberikan bantuan usaha ekonomi produktif bagi lanjut usia yang secara fisik masih mampu melaksanakan). Dengan adanya pelayanan sosial bagi lanjut usia diharapkan permasalahan yang dihadapi dapat ditangani. Akan tetapi di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, pelayanan sosial bagi lanjut usia belum dapat dijangkau oleh lanjut usia karena kondisi birokrasi yang belum dipahami.
Menurut Biro Pusat Statistik Jawa Barat pada tahun 2008 bahwa angka harapan hidup bagi perempuan berada pada tingkatan 74,45 tahun, sedangkan laki-laki berada pada tingkatan 72,15 tahun.  Hal inilah yang mengakibatkan besarnya jumlah penduduk lanjut usia di Jawa Barat dengan jumlah + 11,2 juta jiwa. Sementara menurut Dinas Sosial Kabupaten Bandung terdapat sejumlah + 1,3 juta jiwa lanjut usia, diantaranya terdapat sebanyak 23.345 jiwa lanjut usia mengalami keterlantaran. Di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung jumlah lanjut usia yaitu 77 jiwa, sedangkan lanjut usia terlantar berjumlah 16 jiwa.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 468/Kpts/1998 menyatakan bahwa aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi lanjut usia guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Aksesibilitas lanjut usia terhadap pelayanan sosial seperti pelayanan bidang kesehatan dilaksanakan melalui strategi Puskesmas Santun Lanjut Usia, Pembinaan terhadap Kelompok Lanjut Usia seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) lanjut usia dan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) dan bidang sosial yang dilaksanakan melalui pemberian pelayanan dalam panti dan luar panti.
Sedangkan menurut Alfred J. Khan (1973) akses pelayanan adalah : kebutuhan akan pelayanan sosial difokuskan pada fungsi akses terhadap empat (4) sumber, yaitu : (1) Kompleksitas birokrasi moderen; (2) Keanekaragaman pengetahuan dan pemahaman warga masyarakat mengenai hak-haknya ataupun dalam menilai sumber tertentu, manfaat-manfaatnya dan pengakuannya; (3) Diskriminasi; (4) Jarak geografis antara masyarakat dengan tempat pelayanan.
Terkait dengan aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan, peneliti melihat bahwa terdapat kesulitan lanjut usia dalam mengakses pelayanan sosial diantaranya akses terhadap pelayanan kesehatan dan POSBINDU (Pos Pembinaan Terpadu). Berbagai kesulitan tersebut diantaranya karena proses birokrasi yang harus dilalui terlalu rumit. Sementara kondisi lanjut usia yang tidak memungkinkan mereka untuk melalui jalur birokrasi tersebut seperti lemahnya kondisi fisik dan pengetahuan. Selain itu keanekaragaman pengetahuan dan pemahaman lanjut usia mengenai hak-haknya membuat sebagian dari mereka engan bahkan tidak memiliki kemampuan untuk mengakses berbagai pelayanan tersebut.
Dari berbagai permasalahan diatas, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.



B.        PERMASALAHAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti menetapkan penelitian dengan fokus” Bagaimana Aksesibilitas Lanjut Usia Terlantar Terhadap Pelayanan Sosial Di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat ?. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian ini maka dapat diuraikan kedalam sub problematik sebagai berikut:
1.      Bagaimana batasan birokrasi dalam memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia terlantar?
2.      Bagaimana pengetahuan dan pemahaman lanjut usia terlantar mengenai pelayanan sosial?
3.      Apakah lanjut usia mengalami diskriminasi dalam penerimaan pelayanan sosial?
4.      Bagaimana jarak geografis antara lanjut usia terlantar dengan pelayanan sosial?
5.      Bagaimana harapan lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial?

  1.  TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian secara umum yang dimaksud dalam proposal penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang aksesibilitas lanjut usia terhadap pelayanan sosial di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, adalah :
1.      Memperoleh gambaran tentang birokrasi dibatasi dalam memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia terlantar.
2.      Memperoleh gambaran tentang pengetahuan dan pemahaman lanjut usia terlantar mengenai pelayanan sosial.
3.      Memperoleh gambaran tentang lanjut usia mengalami diskriminasi dalam penerimaan pelayanan sosial.
4.      Memperoleh gambaran tentang jarak geografis antara lanjut usia terlantar dengan pelayanan sosial.
5.      Memperoleh gambaran tentang harapan lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial.

D.          MANFAAT PENELITIAN
Terdapat dua kategori manfaat yang didapat dalam penelitian tentang aksesibilitas lanjut usia terhadap pelayanan sosial di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, yaitu :
1.        Manfaat Teoritis
Menambah wacana ilmu dan menghasilkan konsep-konsep baru dalam pekerjaan sosial yang terkait dengan aksesibilitas lanjut usia terlantar khususnya terkait dengan pelayanan sosial.
2.        Manfaat Praktis
       Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pendekatan pekerjaan sosial yang dapat diimplementasikan dalam praktik pekerjaan sosial dengan lanjut usia. Disamping itu dapat memberi masukan bagi perumusan kebijakan pelayanan lanjut usia bagi Pemerintah Kabupaten Bandung.

  1.  TINJAUAN PUSTAKA
1.      TINJAUAN TENTANG AKSESIBILITAS
a.       Pengertian Aksesibilitas
Aksesibilitas atau accessibility yang berarti dapat masuk atau mudah dicapai. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksesibilitas bermakna sebagai “hal dapat dijadikan atau hal dapat dikaitkan”. Sedangkan menurut Alfred J. Khan (1973) akses pelayanan adalah :
The need for social services focused on the acces function has for sources : (1) Modern bureaucratic complexity: (2) Variations among citizens in knowledge and understanding of right or in appreciation of the values of certain resources, benefits, entitlements: (3) Discrimination: and (4) Geographic distance between people and services. (kebutuhan akan pelayanan sosial difokuskan pada fungsi akses terhadap empat (4) sumber, yaitu : (1) Kompleksitas birokrasi moderen; (2) Keanekaragaman pengetahuan dan pemahaman warga masyarakat mengenai hak-haknya ataupun dalam menilai sumber tertentu, manfaat-manfaatnya dan penngakuannya; (3) Diskriminasi; (4) Jarak geografis antara masyarakat dengan tempat pelayanan).
Selanjutnya menurut Alfred J. Khan (1973:31) berpendapat mengenai aksesibilitas bahwa :
Acces services may include information, advice, reveral, complaints, case advocacy, class advocacy, and legal services, all on both individual and group bases. (yang termasuk akses pelayanan antara lain : informasi, nasehat, rujukan, keluhan kasus, pembelaan, tingkatan pembelaan dan pelayanan-pelayanan resmi).

Dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 468/Kpts/1998, pengertian aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi lanjut usia guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Sedangkan menurut Hugo F. Reading (1986:2) dalam kamus ilmu-ilmu sosial, aksesibilitas adalah kemudahan dengan mana para anggota sebuah kategori sosial dapat saling berhubungan. Allen Picus dan Minahan (1997:7) mengemukakan bahwa :
People after encauter difficulties in obtaining help from societal resource sistem at the local community level. (1) Needed resources my not exist, or my not exist in sufficient quantity, to provide adequate services for all who need them; (2) A need resource service may exist but not be geographically, psychologically, or culturally available to those who need it; (3) Aneed resource may exist but people may not know about it how to use it, aspecially if obtaining help requires dealing with complicated bureaucracies; (4) Even if people are using one or more societal resource system, the very operation of these system can created new problems or aggravate exiting ones.

Penjelasan Allen Pincus dan Minahan tersebut mengambarkan bahwa penerima pelayanan seringkali mengalami hambatan-hambatan. Hambatan itu seperti :
1)     Keterbatasan sumber, tidak tersedianya sumber-sumber yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2)     Kondisi georafis, lokasi dari lembaga pelayanan sosial yang sulit dijangkau oleh masyarakat yang memerlukan.
3)     Psikologis, hambatan yang terjadi dari dalam diri individu untuk dapat menjangkau sistem sumber yang diperlukan dikarenakan adanya perasaan malu, minder serta adanya rasa takut.
4)     Kultural yang tidak mendukung, adanya budaya atau tradisi yang diwarisi dari pendahulu secara turun temurun dan berlaku di suatu daerah tertentu bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya misalnya; menganggap enteng suatu penyakit padahal penyakit tersebut berbahaya.
5)     Pengetahuan penerima pelayanan yang tidak memadai terhadap berbagai sumber pelayanan yang diperlukan.
6)     Birokrasi yang berbelit-belit, adanya administrasi yang harus dilalui yang diangap menyulitkan bagi sebagian masyarakat untuk mengakses pelayanan yang diperlukan.
7)     Serta terjadinya kebingungan oleh karena adanya keberagaman sumber pelayanan yang bervariasi.



Dilihat dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa aksesibilitas adalah suatu upaya yang dilakukan oleh individu, kelompok ataupun masyarakat untuk menjangkau pelayanan atau program dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
b.  Aspek-aspek Aksesibilitas
Menurut Alfred J. Khan (1973) ada beberapa aspek-aspek aksesibilitas yaitu :
1)      Kompleksitas birokrasi moderen.
2)      Keanekaragaman pengetahuan dan pemahaman warga masyarakat mengenai hak-haknya ataupun dalam menilai sumber tertentu, manfaat-manfaatnya dan penngakuannya.
3)      Diskriminasi.
4)      Jarak geografis antara masyarakat dengan tempat pelayanan.

c.  Bentuk-bentuk Aksesibilitas
Dalam buku Standardisasi Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia mengatakan bahwa aksesibilitas lanjut usia dapat dikembangkan melalui berbagai bidang kehidupan yaitu dalam pelayanan bidang kesehatan, sosial, informasi dan komunikasi, bangunan umum dan lingkungan, pariwisata, transportasi, administrasi kependudukan dan pelayanan bantuan hukum. 

2.      TINJAUAN PELAYANAN SOSIAL
a.       Pengertian Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial merupakan suatu aktifitas yang terorganisir yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu penyesuaian timbal balik antara individu dan lingkungan sosialnya (Syarif Muhidin, 1997:41). Pelayanan sosial membentuk dan menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk membantu individu dalam memperbaiki kemampuannya, mempengaruhi dan mengubah tingkah laku serta memecahkan masalah penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya.
Pelayanan sosial tidak hanya membantu meningkatkan kehidupan keluarga dan organisasi-organisasi sosial, tetapi juga sebagai jawaban terhadap tantangan dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi karena kemajuan dibidang industri, inovasi dan kehidupan moderen.
Sedangkan menurut Alfred J. Khan yang dikutip oleh Soetarso (1997) mengemukakan bahwa : “Pelayanan sosial dimaksudkan sebagai pelayanan yang difokuskan kepada bantuan untuk perorangan dan keluarga-keluarga yang mengalami hambatan dalam penyesuaian diri dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial”.
Sehubungan dengan istilah pelayanan sosial tersebut dapat dibedakan dalam dua golongan, yang salah satu diantaranya adalah pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya, batas-batas kewenangannya. Pelayanan sosial ini berisikan program-program yang ditujukan untuk melindungi atau memulihkan kehidupan keluarga, membantu perorangan untuk mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan oleh faktor-faktor dari luar maupun dari dalam dirinya, meningkatkan proses perkembangan, serta mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan yang tersedia.
b.      Tujuan Pelayanan Sosial
Tujuan pelayanan sosial, terutama pelayanan bagi para lanjut usia menurut Tody Lalenoh adalah sebagai berikut :
1)     Penghasilan yang memadai bagi lanjut usia sesuai dengan standar kehidupan yang layak.
2)     Kesehatan fisik dan mental yang sebanyak mungkin sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada tanpa mempertimbangkan status ekonomi lanjut usia.
3)     Perumahan atau rumah yang layak, dipilih secara bebas oleh lanjut usia, direncanakan dan kemampuan keuangan warga negara para lanjut usia.
4)     Pelayanan-pelayanan penyembuhan yang menyeluruh atau selengkap mungkin bagi lanjut usia yang memerlukan perawatan kelembagaan di panti atau di rumah sakit.
5)     Kesempatan kerja bagi usia lanjut tanpa adanya diskrimisasi berdasarkan usia dalam bekerja.
Tujuan diatas dapat dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan untuk memungkinkan individu , kelompok dan masyarakat memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah-masalah penyesuaian diri sebagai akibat dari pola-pola perubahan masyarakat dan melalui tindakan-tindakan kooperatif untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi.
c.       Fungsi Pelayanan Sosial
Fungsi pelayanan sosial yang dikemukakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, tentang strategi perencanaan pembangunan yang dikutip oleh Soetarso (1997) sebagai berikut :
1)     Perbaikan secara terus menerus kondisi-kondisi kehidupan orang.
2)     Pengembangnan sumber-sumber manusia.
3)     Peningkatan orientasi orang terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri.
4)     Pemanfaatan dan penciptaan sumber-sumber kemasyarakatan untuk tujuan-tujuan pembangunan.
5)     Penyediaan struktur-struktur kelembagaan bagi berfungsinya pelayanan-pelayanan yang terorganisasi lainnya.



d.      Tugas Pelayanan Sosial
Tugas-tugas pelayanan sosial sebagimana yang dikemukakan oleh Syarif Muhidin dalam bukunya Pengantar Kesejahteraan Sosial, sebagai berikut :
1)     Memperkuat dan meningkatkan fungsi individu dan keluarga sehubungan dengan perubahan-perubahan peranannya.
2)     Menyiapkan lembaga-lembaga baru untuk spesialisasi, pengembangan bantuan fungsi yang tidak dapat dipikul oleh keluarga kecil atau keluarga besar.
3)     Mengembangkan lembaga-lembaga yang telah ada agar dapat mengembangkan kegiatan-kegiatan baru bagi individu, kelompok dan keluarga dalam kehidupan masyarakat kompleks. (1997:40).
e.       Bentuk Pelayanan Sosial
Bentuk-bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar, ada dua macam yaitu :
1)      Pelayanan sosial bagi lanjut usia yang ada di dalam panti, antara lain :
a)      Pemenuhan kebutuhan hidup berupa sandang, panngan dan papan.
b)      Pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan seminggu sekali.
c)      Pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengisian waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat termasuk kegiatan rekreasi.
d)     Pembinaan lanjut.
2)        Pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar yang ada di luar panti, adalah :
a)      Memberikan pembinaan dan bimbingan sosial baik bagi lanjut usia, keluarga maupun masyarakat.
b)      Memberikan bantuan ekonomi produktif pada lanjut usia yang secara fisik mampu melaksanakannya.
c)      Mengarahkan kelompok binaan lanjut usia dalam melakukan pekerjaannya tidak sendiri melainkan dengan kerjasama yang teratur.
d)     Pembinaan lanjut.

f.       Model Pelayanan Sosial
Model-model pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar, menurut Edi Suharto dalam bukunya pembangunan kebijakan sosial dan pekerjaan sosial, tahun1997 mengemukakan bahwa : Model pelayanan bagi lanjut usia dibagi kedalam :
1)      Model Institusional
Merupakan model pelayanan sosial yang diberikan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial, di Indonesia dikenal dengan nama panti jompo atau panti werdha. Pelayanan sosial biasanya meliputi bimbingan fisik, mental, sosial, dan keterampilan.
2)      Model Keluarga dan Masyarakat
Pelayanan sosial diberikan oleh keluarga atau masyarakat setempat. Dengan demikian para lanjut usia tetap berada di rumah atau dalam keluarga, para pekerja sosial memberikan pelayanan yang menjangkau mereka. Jenis pelayanannya tidaklah berbeda dengan model pertama, hanya mekanisme dan prosesnya yang berbeda.

3.      TINJAUAN LANJUT USIA
a.  Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang. Tahap akhir pada rentang kehidupan ini dibagi kedalam beberapa bagian yaitu lanjut usia dini berkisar antara usia 55 tahun sampai usia 59 tahun dan usia lanjut mulai dari 60 tahun sampai akhir hidup seseorang. Penggolongan usia lanjut berdasarkan kriteria usia yang dijadikan patokan WHO, dikutip oleh Tody Lalenoh (1996) adalah sebagai berikut :

1)      Usia pertengahan (Midle Age) ialah kelompok usia 45 tahun sampai 59 tahun.
2)      Usia lanjut (Elderly) antara 60 tahun sampai 74 tahun.
3)      Tua (Old) antara usia 75 tahun sampai 90 tahun.
4)      Sangat tua (Very old) diatas 90 tahun.

Dengan demikian WHO mengelompokkan usia menjadi empat kelompok yang masing-masing mengacu pada kriteria atau umur seseorang sebagai ciri pokok, seperti usia pertengahan dikelompokkan pada usia 45 tahun sampai 59 tahun, sedangkan usia lanjut dikelompokkan pada usia 60 tahun keatas. Dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyebutkan pengertian lanjut usia sebagai berikut :
a.       Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas.
b.      Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
c.       Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehinga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas atau serendah-rendahnya berusia 60 tahun.
Berdasarkan pengertian diatas, bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 55 tahun ke atas dan atau dapat juga dipandang dari usia fungsional, yaitu mereka yang kemampuan fisik maupun mentalnya sudah mengalami penurunan.
Departemen Sosial RI memberikan pengertian, lanjut usia terlantar sebagai berikut : “ Orang dewasa yang tidak terurus atau terlantar, karena keluarganya tidak mampu mengurus (miskin) atau tidak mempunyai anak, keluarga sehingga tidak berdaya atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya”.
Selanjutnya lebih jelas dikatakan, bahwa pengertian lanjut usia terlantar adalah :
Pria atau wanita yang telah berusia 60 tahun ke atas, tidak mempunyai bekal hidup, pekerjaan, penghasilan bahkan tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.
b.      Ciri-ciri Lanjut Usia
Ciri-ciri lanjut usia, menurut Marry Buckly (1972) yang dikutip oleh MR Siahaan ada lima, sebagai berikut :
1.      Usia
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila orang tersebut berusia tua dan orang tersebut  harus mengerti dan menghayati sebagai orang tua.
2.      Kematian
Kematian merupakan fakta kehidupan bagi semua orang sebagai ancaman yang tidak dapat dihindarkan dan ditanggapi secara berbeda-beda oleh para lanjut usia.
Lanjut usia adalah seseorang yang secara berangsur-angsur berada dalam dunia kehidupan yang semakin menurun dan menghadapi kematian yang semakin hari semakin dekat.
3.      Intensifikasi (Peningkatan)
Pada umumnya orang lanjut usia asyik memikirkan atau merenungkan tentang kematian, agama, darinya sendiri dan keadaan jasmaninya. Keadaan ini merupakan reaksi-reaksi pertahanan diri lanjut usia terhadap penolakan kepada lanjut usia tersebut bersifat alamiah dan diperlukan oleh lanjut usia.



4.      Penyakit
Penyakit pada umumnya orang lanjut usia berada dalam keadaan sakit dan yang perlu dipahami adalah akibat-akibat emosional dari penyakit terhadap semangat dan kekuatan lanjut usia.
5.      Keterasingan, kesepian, tekanan jiwa dan ketergantungan.

c.       Permasalahan-permasalahan Lanjut Usia
Menurut Hardiwinoto dan Tony Setiabudi (1999:40) permasalahan umum lanjut usia adalah :
Masih besarnya lanjut usia yang berada dibawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan, lahirnya kelompok masyarakat industri, rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga professional pelayanan lanjut usia, masih terbatasnya sarana dan prasarana pelayanan serta fasilitas khusus bagi lanjut usia, belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
Permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia seperti yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1991) adalah :
1.      Keadaan fisik yang lemah dan tidak berdaya sehingga harus tergantung pada orang lain.
2.      Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai alasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola kehidupannya.
3.      Menentukan kondisi hidupnya yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisiknya.
4.      Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meningggal atau pergi jauh atau cacat.
5.      Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah
6.      Belajar memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa.
7.      Mulai terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa.

Uraian diatas menggambarkan bahwa orang lanjut usia selalu dihadapkan pada berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sebagai akibat dari kelemahan yang mereka alami yang disebabkan oleh perubahan-perubahan secara fisik dan psikologis selama proses penuaan.
d.        Kebutuhan-kebutuhan Lanjut Usia
Lanjut usia sebagaimana manusia biasa juga memiliki kebutuhan yang sama. Secara umum masalah lanjut usia terlantar disebabkan karena ketidakberdayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan lanjut usia dapat dibagi menjadi empat (4) bagian yaitu :
1)      Standar kehidupan dan tempat tinggal yang layak.
2)      Hubungan sosial dan kegiatan di setiap waktu untuk mengatasi kesunyian.
3)      Pemeliharaan kesehatan.
4)      Pencegahan terhadap kerusakan yang menimpa kehidupan orang lanjut usia.
Sedangakan menurut Abraham H. Maslow, kebutuhan dasar manusia ada lima (5) macam yaitu :
1.      kebutuhan fisik (udara, air, makan).
2.      kebutuhan rasa aman (jasmani agar dapat bertahan dalam penghidupan serta terpusatkan kebutuhan dasarnya).
3.      kebutuhan untuk menyayangi dan disayanggi.
4.      kebutuhan untuk pengharagaan dari dirinya dan pihak lain.
5.      kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dari pertumbuhan (Sumarno Nugroho, 1987).
Mengenai kebutuhan khas lanjut usia seperti sebagaimana telah ditegaskan dalam petunjuk pelaksanaan kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut :
1)      terpenuhinya kebutuhan jasmani dengan baik seperti dalam bidang:
2)      terpenuhinya kebutuhan rohani dengan baik, seperti dalam bidang:
3)      terpenuhinya kebutuhan sosial dengan baik terutama hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya (DEPSOS,1984).

Kehidupan yang layak dengan terpenuhinya kebutuhan baik lahir maupun batin serta kebutuhan sosial adalah dambaan setiap orang termasuk juga para lanjut usia terlantar yang ada di Kecamatan Cimenyan. Meskipun kenyataannya memang keberadaan para lanjut usia tersebut menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah sebagai akibat dari adanya penurunan fungsi-fungsi tubuh dan kelemahan lainnya yang mereka alami karena proses penuaan. Namun sebagai warga negara Indonesia para lanjut usia juga berhak untuk memperoleh penghidupan yang layak, perlindungan dan bahkan pelayanan yang mereka butuhkan demi kelangsungan hidup mereka.

F.  RELEVANSI PEKERJAAN SOSIAL DENGAN MASALAH LANJUT   
      USIA
1.      Pengertian Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial merupakan profesi yang memiliki tanggung jawab dalam memberikan pertolongan secara profesional keterampilan dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai ilmiah kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup mereka. Dengan demikian lanjut usia yang senantiasa memiliki permasalahan dalam kehidupannya memerlukan pertolongan pekerja sosial agar dapat mencapai tujuan dalam kehidupannya, dalam hal ini adalah lanjut usia yang termasuk adalah lanjut usia terlantar.
Pengertian tersebut menunjukan bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang kegiatannya menolong orang. Kegiatan pertolongan tersebut ditujukan kepada individu, kelompok, maupun masyarakat agar mereka dapat meningkatkan kemampuannya dalam berfungsi sosial. Dalam definisi tersebut mengandung tiga fungsi pokok yaitu :
1.      Pekerjaan sosial dinyatakan sebagai kegiatan profesional.
2.      Sasaran kegiatannya adalah untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat.
3.      Tujuan pekerjaan sosial adalah agar mampu :
a.       Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfingsi sosial.
b.      Menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka atau orang dapat mencapai tujuan hidupnya.
2.      Fungsi Pekerjaan Sosial
Menurut Pincus dan Minahan (1973) dalam Dwi Heru Sukoco (1991), fungsi pekerjaan sosial adalah :
Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka alami. 2) Mengkaitkan orang dengan sistem-sistem sumber. 3) Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem-sistem sumber. 4) Memberikan fasilitas interaksi didalam sistem-sistem sumber. 5) Mempengaruhi kebijakan sosial. 6) Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber material. 7) Memberikan pelayanan sebagai pelayanan kontrol sosial.

3.      Peranan Pekerjaan Sosial
a.       Sebagai perancang program/perencana sosial (social planer). Setelah mengetahui kondisi yang sebenarnya, maka pekerja sosial dapat menentukan rancangan program alternatif untuk mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Lanjut Usia Terlantar di Kelurahan Pasirbiru Kecamatan Cibiru Kota Bandung sehingga masyarakat mempunyai kesiapan untuk menanggulangi lanjut usia terlantar.
b.      Sebagai fasilitator. Peran sebagai fasilitator ini dilakukan pekerja sosial bersama pihak kelurahan untuk mencari jalan keluar dari hambatan yang dihadapi dalam kegiatan aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial.
c.      Sebagai pemercepat perubahan (enabler). Sebagai enabler, seorang pekerja sosial membantu mengatasi hambatan yang dihadapi lanjut usia terlantar sehingga diharapkan perubahan segera dapat dirasakan oleh lanjut usia tersebut.
d.     Sebagai perantara (broker). Sebagai perantara, pekerja sosial menjadi penghubung antara sistem kegiatan dengan sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan, yang dalam hal ini menghubungkan lanjut usia terlantar dengan dinas-dinas instansi terkait yang dapat memberikan informasi mengenai pelayanan sosial.

G.  METODOLOGI PENELITIAN
1.      Desain Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode kualitatif, metode ini dipakai dengan dilandasi tujuan penelitian yaitu untuk memahami secara mendalam tentang bagaimana aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial Di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat.
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2003), menyatakan bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Sugiyono (2005) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Tekhnik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan) analisis data bersifat Induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Metode kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dalam hal ini adalah metode yang menjelaskan tentang aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat.
2.         Deskripsi Latar dan Sumber Data
a)    Deskripsi Latar
Latar penelitian yang akan penulis lakukan dalam hal ini adalah para Pekerja Sosial Masyarakat dan penanganan masalah lanjut usia terlantar yang ada di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.  Dalam penelitian ini yang menjadi latar penelitian adalah latar terbuka dan latar tertutup dengan pertimbangan bahwa sumber data berada di kedua latar tersebut. Dalam latar terbuka ini peneliti nantinya hanya akan melakukan pengamatan atau observasi. Sedangkan latar tertutup peneliti akan lebih berperan karena disini peneliti akan banyak melakukan wawancara lebih mendalam dengan para lanjut usia terlantar, anak, keluarga terdekat dan juga meminta pendapat lain dari tokoh-tokoh masyarakat, maupun masyarakat pada umumnya.
b)      Sumber Data
Sumber data yang ingin dikumpulkan yaitu
1)   Sumber data primer dapat diperoleh dari lanjut usia terlantar, keluarga lanjut usia terlantar dan tetangga.
2)   Sumber data Sekunder dapat diperoleh dari tokoh-tokoh masyarakat, perangkat kelurahan serta dokumen-dokumen yang terkait dengan aksesibilitas lanjut usia terlantar terhadap pelayanan sosial.

3.         Teknik Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah :
a)        Teknik wawancara
Wawancara merupakan serangkaian interaksi verbal dalam mengumpulkan data, yang dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang telah disusun secara sistematis dalam pedoman wawancara. Pedoman ini berguna sebagai alat kontrol agar pertanyaan yang diajukan sesuai dengan topik permasalahan.
b)        Teknik Observasi
Observasi dilakukan dengan cara melihat langsung kondisi informan dilokasi penelitian.
c)        Teknik studi dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari bahan-bahan tertulis yang dapat pada instansi-instansi terkait/LSM, serta literatur lain yang berhubungan dengan topik penelitian.
4.      Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh peneliti, maka teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan antara lain:
a)        Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menemukan ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal tersebut secara lengkap. Lexy J Moleong (2000:199) menyatakan bahwa ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-siri unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Penelitian secara terfokus dan tekun memungkinkan terungkapnya jawaban fokus penelitian, dengan kedalaman informasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
b)        Triangulasi
Menurut Moleong (2000:178) triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu yang berada dalam metode kualitatif. Tekhnik ini berarti memanfaatkan data/sumber  lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data itu. Pembandingan ini dilakukan dengan cara membandingkan data dari beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan dan atau membandingkan data dari beberapa informan terutama antara informan utama dan informan pendukung.
Tahap tahap dalam tekhnik triangulasi yang bisa dilakukan antara lain:   membandingkan data hasil observasi/pengamatan dengan hasil indepth interview yaitu :
1).  Membandingkan apa yang disampaikan informan di depan umum, dengan apa yang disampaikan secara pribadi pada waktu wawancara
2).  Membandingkan hasil indepth interview dengan data sekunder yang bisa digunakan.
c)                      Kecukupan referensial
Kecukupan referensi menurut Eisner yang dikutip oleh Lincoln dan Guba dalam Lexy Moleong (2002:181) digunakan sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Bahan terekam/tercatat (recorded materials) dapat digunakan sebagai patokan untuk menguji pada waktu diadakan analisis dan penafsiran data

5.      Rancangan Analisis Data
Analisis data pada hakekatnya adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkategorikan data dengan tujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantsif (Lexy J Moleong, 2002:103).  Urutan langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut:
a.         Pemprosesan
Peneliti memproses satuan anailisis dari data berdasarkan apa yang ada dalam latar penelitian, tafsiran terhadap satuan analisis berdasar pemahaman informan.
b.        Kategorisasi
Peneliti berupaya mengelompokkan satuan-satuan analisis  ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki karakter yang sama. Pengkategorisasian ini menggambarkan karakteristik khusus informan.
c.         Penafsiran data
Peneliti menafsirkan data yang telah diproses dan dikategorisasikan tersebut. Penafsiran harus sesuai dengan apa yang ada di latar penelitian, selanjutnya ditarik kesimpulan.
Sedangkan teknik yang digunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut :
1)      Transkrip, yaitu memindahkan data yang diperoleh dalam bentuk catatan-catatan dengan cek dan recek sesuai hasil wawancara.
2)      Analisis individu, yaitu membandingkan transkrip individu dengan yang lainnya.
3)      Thema, yaitu mencari persamaan dan perbedaan transkrip individu dan digeneralisasikan untuk mengembangkan pola interpretasinya.
4)      Kontrol, yaitu dilakukan dengan cara menyesuaikan analisis data yang diproses dengan catatan atau hasil rekaman.

H.  JADWAL PENELITIAN
1.    Jadwal Penelitian
Penelitian direncanakan, dilakukan dalam waktu 4 (empat) bulan dengan lokasi di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.
2.    Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan jadwal dan situasi lapangan. Adapun garis besar dari penelitian ini sebagai berikut:
a)        Pemilihan lokasi penelitian
b)        Penyusunan dan pengajuan proposal
c)        Pengurusan perijinan penelitian
d)       Penjajagan dan penilaian lapangan
e)        Penyiapan peralatan penelitian
f)         Penelitian, pendekatan, dan pemanfaatan informan
g)        Proses pengumpulan data lapangan
h)        Analisis data dan hasil penelitian
i)          Bimbingan dan penulisan laporan penelitian
j)          Pengesahan hasil penelitian
I.                   DAFTAR PUSTAKA
Alfred J. Khan. 1973. Social Policy and Social Services. New York: Columbia University Sechool of Social Work Rendom House
Departemen Sosial RI. 2005. Standardisasi Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia. Jakarta
Dwi Heru Sukoco. 1995. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya. Bandung: Kopma-STKS.
Edi Suharto, (2005), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Refika Aditama, Bandung.
Elizabeth B. Hurlock, 1991, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta, Erlangga.
Lexi J. Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif Penerbit PT Remaja Rosdakarya - Bandung 2000
Nazir. 1988. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.
Soerjono Soekanto.1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Soetarso 1993. Kesejahteraan Sosial, Pelayanan Sosial dan Kebijakan Sosial. Bandung: Kopma-STKS.
Sugiyono. 2005. Memahami penelitian kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Syarif Muhidin. 1997. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Mitra Anda
Tody Lalenoh. 1993. Lanjut Usia dan Usia Lanjut. Bandung. Kopma STKS
W.S. Poerwodarminto. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


Komentar

  1. Bosss....punya exsample proposal ttg pelayanan lingkungan lansia ????

    andreyw964@gmail.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Catatan Popular